Sebagaimana yang diungkap harian
Inggris Guardian dan harian Australia The Sydney Morning Herald (18/11),
presiden SBY telah lama yang menjadi target penyadapan Badan Intelijen
Australia (DSD) .
Bukan hanya SBY tapi juga Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wapres, Menko
Perekonomian, Dubes RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal, mantan
Menkeu RI yang kini menjabat Direktur Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati,
dan mantan Menpora Andi Mallarangeng turut disadap.
Penyadapan itu dilakukan terhadap ponsel Nokia E-90-1 yang digunakan
Presiden SBY dan Ani Yudhoyono, serta BlackBerry Bold 9000 yang dipakai
Wakil Presiden Boediono.
Meskipun penyadapan dalam komunitas internasional memang hal yang
biasa, namun bukan berarti hal seperti ini dimaklumi begitu saja.
Apalagi penyadapan dilakukan oleh negara tetangga yang selama ini
dianggap mitra strategis bahkan sahabat. Juga bukan berarti, negara yang
disadap kemudian hanya diam dalam pemakluman. Karena bagaimanapun
penyadapan terhadap negara sahabat adalah pengkhianatan dan tindakan
yang mempermalukan.
Bahwa Australia menyesal namun tidak mau minta maaf, itu urusan
mereka. Setiap negara tentu selalu berpikir untuk kepentingan nasional
mereka. Yang kita pertanyakan justru sikap pemimpin kita, yang justru
tidak memikirkan kepentingan negara kita. Tidak berani melakukan
tindakan tegas. Bahkan ikut-ikutan berusaha memaklumi tindakan
Australia. Padahal Australia telah melakukan pengkhianatan dan
mempermalukan Indonesia. Lihatlah, sungguh mengherankan yang ‘dihukum’
justru Duta Besar Indonesia untuk Australia yang disuruh pulang,
bukannya Dubes Australia untuk Indonesia yang diusir.
Persoalan utama bangsa ini bahwa kita adalah negara pembebek. Secara
ideologi, negara kita membebek kepada Barat. Pembebek akan selalu
menjadi pecundang. Meskipun mengklaim memiliki ideologi Pancasila, namun
pada praktiknya kita adalah negara kapitalis yang sekuler. Sayangnya,
kita negara kapitalis objek penderita bukan subjek (pelaku). Jadilah
kita hanya menjadi bulan-bulanan dari negara Kapitalis subjek.
Doktrin diplomasi kita yang sifatnya bertahan (defensif)- untuk tidak
mengatakan sikap pengecut- jelas mempengaruhi bagaimana kita menyusun
pradigma dan arah politik luar negeri kita. Kita akan selalu menganggap
negara lain sebagai sahabat. Strategi pertahanan dan keamanan kita
sifatnya hanya defensif. Wajar kalau kita menjadi bulan-bulanan negara
imperialis.
Sementara Australia dengan ideologi kapitalis subjeknya selalu
memposisikan Indonesia sebagai ancaman. Ungkapan Indonesia adalah negara
sahabat,hanya retorika politik saja. Maka wajar kalau Tony Abbot , PM
Australia, menganggap tindakan Australia adalah sah-sah saja dan dia
tidak perlu minta maaf.
Bukti paling nyata dari pengkhianatan dan kebohongan persahabatan
Australia adalah lepasnya Timor Timur. Sebelumnya berulang-ulang
Australia mengatakan tidak mendukung integrasi Timor Timur. Namun pada
faktanya Australia berperan penting sebagai pemain utama lepasnya
negeri itu dari kita. Tentu saja disamping kebodohan kita sebagai
penyebab paling utama.
Untuk disegani sebagai negara ideologi negara kita harus jelas. Dan
ideology itu tidak bisa bersifat lokal atau sekedar bertahan. Negara
kuat haruslah memiliki ideology global dan bersifat ofensif.
Negara-negara Barat kuat kerena mereka benar-benar mengadopsi ideology
kapitalisme yang sifatnya global dan ofensif.
Merekapun dengan gencar dan sungguh-sungguh menyebarluaskan ideology
mereka ke dunia. Sebab semakin banyak negara yang mengadopsi ideology
mereka, negara-negara Barat sebagai Subjek utama ideology Kapitalis akan
semakin kuat.
Seperti yang dikatakan Goerge W. Bush saat menjadi presiden AS,
tentang pentingnya penyebarluasan nilai-nilai freedom dan demokrasi .
Bush berpidato : “ Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka
panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan
demokrasi” (Kompas, 6/11/2004).
Untuk bisa menghadapi penyadapan ini beberapa langkah yang harus kita lakukan antara lain : Pertama,
menjadikan Islam sebagai landasan ideologi dan menjadi dasar dari
negara Khilafah yang kuat. Untuk menjadi negara kuat, tidak ada pilihan
buat Indonesia dan negeri-negeri Islam lain kecuali kembali kepada
Islam. Menjadikan Islam sebagai ideology negara dengan membangun negara
yang kuat yaitu Khilafah Islam.
Islam sebagai ideology akan menjadi landasan yang kuat, sebab Islam
bersumber dari Allah SWT. Islam juga bersifat universal, karena itu akan
mampu memberikan kebaikan pada dunia. Ideologi Islam juga bersifat
ofensif, agar dunia mendapatkan rahmatan lil ‘alamin dari ajaran Islam
yang penuh kebaikan. Untuk itu dibutuhkan negara Khilafah yang akan
menerapkan dan menyebarluaskan Islam keseluruh penjuru dunia.
Kedua, memperjelas status hubungan diplomatik dengan
negara-negara lain di dunia. Salah satu kelemahan diplomasi
negeri-negeri muslim saat ini adalah kesalahan menetapkan siapa musuh
siapa sahabat. Padahal perkara ini sangat penting. Karena sikap kita
terhadap musuh pasti berbeda terhadap sahabat. Musuh seharusnya ya
diperlakukan sebagai musuh: diwaspadai, dilawan, kalau perlu diperangi.
Berbeda dengan sahabat.
Untuk itu, Islam memberikan kriteria yang jelas dalam berdiplomasi. Terdapat negara yang disebut Daulah muharibah fi’lan.
Mereka ini adalah negara kafir yang terang-terangan memusuhi Islam dan
kaum Muslim. Contohnya, seperti AS, Inggris, Prancis, Rusia dan Cina.
Sedangkan daulah muharibah hukman adalah negara-negara kafir yang
dihukumi sebagai musuh Islam dan kaum Muslim, tetapi tidak secara
terang-terangan melakukan permusuhan. Dihukumi demikian, karena mereka
tidak terikat dan mengikatkan diri dalam perjanjian damai dengan negara
Islam. Contohnya, Jepang, dan Korea Selatan.
Terakhir adalah daulah mu’ahadah, negara yang terikat dan
mengikatkan diri dalam perjanjian damai dengan negara Islam. Negara
seperti ini, sebenarnya termasuk dalam kategori muharibah hukman,
terutama ketika masa perjanjiannya telah berakhir.
Sikap politik dasar negara Islam (Khilafah) terhadap semua negara
tadi pada dasarnya adalah “hubungan perang”. Meski secara riil, belum
tentu berperang. Namun, sikap dasar ini penting untuk ditegaskan agar
senantiasa muncul kesadaran dan kewaspadaan terhadap negara-negara
tersebut. Dengan sikap dasar ini, maka strategi pertahanan dan keamanan
negara bisa dibangun dengan tepat dan efektif.
Misalnya, ketika AS, Inggris, Prancis, Rusia dan Cina ditetapkan
sebagai negara kafir harbi fi’lan, berarti hubungan yang terjadi antara
negara Islam dengan mereka adalah hubungan perang, bukan hubungan damai,
apalagi persahabatan. Dalam kondisi hubungan perang, maka hubungan
diplomatik antara kedua negara pasti tidak ada. Kedutaan mereka di
negeri-negeri kaum Muslim juga tidak ada.
Ketika ada warga negara mereka yang memasuki wilayah negeri-negeri
kaum Muslim, maka mereka ditetapkan sebagai musta’min (orang yang masuk
dengan visa). Itupun dengan catatan, bahwa mereka masuk untuk belajar
Islam, bukan yang lain. Jika mereka melakukan mata-mata, maka mereka
bukan hanya wajib dideportasi, tetapi bisa juga dijatuhi hukuman mati.
Langkah ketiga, adalah memiliki pemimpin yang berani.
Konsekuensi dari negara Khilafah yang kuat dengan ideologi Islam yang
kuat, adalah kebutuhan adanya pemimpin yang kuat dan berani. Pemimpin
yang berani bersikap tegas terhadap musuh dan bisa lembut terhadap
sahabat dan rakyatna. Seperti ketegasan Rosulullah SAW sebagai kepala
negara yang kemudian diikuti oleh para Kholifah.
Rasulullah saw. pernah mengusir Yahudi Bani Qainuqa’ dari Kota
Madinah setelah sebelumnya mengepung mereka. Hal ini terjadi karena
pembunuhan yang mereka lakukan terhadap seorang Muslim yang dikeroyok di
pasar Madinah karena membela kehormatan seorang Muslimah. Rasulullah
saw. pun memerangi Yahudi Bani Quraizhah karena telah berkhianat dalam
Perang Ahzab. Selama 25 hari berturut-turut pasukan Islam yang dipimpin
Imam Ali ra. mengepung pemukiman Yahudi itu. Musuh-musuh yang memerangi
umat Islam itu pun dihukum mati. Inilah sikap tegas dan berwibawa dari
seorang kepala negara yang menjadi pelindung (junnah) bagi rakyatnya.
Hal yang sama dilakukan Khalifah Al-Mu’tashim ketika mendengar
jeritan seorang Muslimah di Ammuriyah yang dinodai oleh pasukan Romawi.
Khalifah kemudian memimpin pasukannya dengan 4000 balaq (kuda) untuk
membebaskan wanita yang masih memiliki garis keturunan dengan Rasulullah
saw. itu sekaligus menaklukkan Ammuriyah.
Langkah keempat, tentu menguasai teknologi penyadapan dan
anti penyadapan yang canggih. Karena penyadapan ini mungkin dilakukan
musuh, termasuk juga perlu dilakukan oleh negara Khilafah terhadap
musuh. Negara harus serius dan sungguh-sungguh mengembangkan teknologi
penyadapan maupun anti penyadapan. Negara bisa mengumpulkan para
pakar-pakar dari negeri-negeri Islam yang jumlahnya banyak. Menyiapkan
dana yang besar untuk penelitian dan pengembangan teknologi ini. Dan
tentu saja memberikan gaji yang besar bagi para ilmuwan yang berjasa
terhadap negara.
Walhasil, tidak diterapkannya syariah Islam dalam hubungan diplomasi
negeri-negeri Islam, membuat kita menjadi negara pecundang. Sudah
dirampok, dibunuh, masih penganggap perampok itu sebagai sahabat.
Disamping itu, penguasa negeri Islam yang tidak berpegang pada ‘izzah
Islam telah menjadikan mereka sebagai penguasa yang pembebek dan
pengecut. Tidak bisa bertindak tegas terhadap musuh. Karena itu solusi
ganti sistem dang anti rezim dengan Khilafah Islam menjadi sangat
penting.Mari kita berjuang bersama ! (Farid Wadjdi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar