Jumat, 24 Desember 2010

Terungkap, "Aktor" Dibalik Sanksi-Sanksi AS Terhadap Iran

Soal Amerika Serikat yang lagi-lagi melakukan tindakan sepihak dengan menjatuhkan sanksi pada perusahaan-perusahaan Iran, bukan berita baru. Begitu pula kecurigaan bahwa ada peran Israel dibalik sanksi-sanksi yang dijatuhkan AS terhadap Iran. Tapi kecurigaan itu bukan isapan jempol semata. Seorang mantan senator AS buka suara soal ini.

Dalam wawancara dengan televisi Iran 
Press TV, mantan senator AS Mike Gravel menilai pemerintah AS telah melakukan kesalahan dalam kebijakan luar negerinya terhadap Iran.

"Pertama dan yang sangat penting adalah, semua sanksi dan kebijakan luar negeri AS terkait negara Iran merupakan tindakan yang sangat salah. Iran tidak melakukan sesuatu yang ilegal dan komunitas intelijen kami tidak punya bukti bahwa Iran sedang membuat persenjataan dalam program nuklirnya. Tidak ada bukti," ujar Gravel.

"Maka, sanksi-sanksi itu cuma bagian dari skema yang dilakukan oleh pemerintah kami (AS), yang sesungguhnya dimotivasi oleh kepentngan negara lain, yang jelas kepentingan Israel. Tapi yang harus diingat, ada dua hal dalam hal ini," sambung Gravel.

Hal pertama, kata Gravel, tidak adanya bukti bahwa Iran melakukan sesuatu yang salah dalam pengembangan energi nuklirnya. Menurut Gravel, Amerikalah yang mendorong pengembangan energi nuklir ini ke seluruh dunia dan di Iran, AS melakukannya pada masa pemerintahan Shah Iran yang berkiblat ke Barat.

Hal kedua, yang agak sulit dimengerti oleh banyak orang adalah, bahwa semua negara berhak untuk mempertahankan diri. "AS membuat bom nuklir untuk pertahanan negaranya pada masa Perang Dunia II, kemudian seluruh anggota DEwan Keamanan (PBB), lalu tentu saja negara-negara seperti India, Pakistan dan Afrika Selatan. Dalam jangka waktu tertentu, semua negara memiliki kemampuan senjata nuklir untuk pertahanan diri. Secara moral, setiap bangsa berhak melakukannya," papar Gravel.

Ia melanjutkan, "Bahkan jika Iran mengembangkan program persenjataan, yang mana Amerika atau intelijen negara lainnya tidak bisa membuktikannya, atau jikapun bukti itu ada, secara moral itu adalah hak mereka (Iran) untuk mengamankan senjatanya."

Gravel menyatakan bahwa dirinya menentang ekspansi nuklir untuk persenjataan, tapi lagi-lagi ia menekankan sisi moral bagi setiap bangsa yang membuat senjata untuk pertahanan diri. Menurutnya, banyak negara yang diancam oleh AS maupun Israel dan ancaman itu tidak akan ada akhirnya.

"Sekarang malah ada sanksi yang jelas-jelas ilegal atas dasar tujuan politik apapun," tukas Gravel.

Ditanya mengapa AS menerapkan kebijakan yang diskriminatif dalam masalah nuklir, Gravel menjawab bahwa satu-satunya yang masuk akal menurut pengamatannya adalah karena pengaruh lobi Israel dan Kongres AS serta sikap pengecut pemerintah AS yang kebetulan saat ini dipimpin oleh Presiden Barack Obama.

Gravel menilai sikap AS terhadap Iran tidak adil, apalagi AS mengenakan sanksi baru pada Iran juga dengan alasan bahwa Negeri Para Mullah itu membantu Hizbullah--kelompok pejuang di Lebanon.

"AS membantu Israel dan Israel menginvasi Lebanon serta memerangi Hizbullah. Jika AS dianggap legal dalam membantu dan mempersenjatai Israel, kenapa Iran tidak berhak untuk membantu kelompok masyarakat yang selama ini dipandang sebagai aliansinya, apakah itu Hizbullah atau Hamas," tandas Gravel. (ln/prtv/eramuslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar