Kamis, 09 Desember 2010

Krisis Masa Kini Antara Korea Utara dan Selatan


oleh: Adnan Khan
Apa yang telah menyebabkan krisis saat ini?
Korea Utara telah menembakkan peluru artileri ke sebuah pulau Korea Selatan melintasi perbatasan maritim di bagian barat yang dipersengketakan,  melukai warga sipil, tentara dan harta benda. Korea Selatan kemudian telah membalas serangan itu dan membuat pasukan militernya dalam kondisi siaga penuh pada status non-perang tersebut. Garis Batas Utara (NLL) ini dipersengketakan dan dibantah oleh Korea Utara dan terjadi pada saat latihan militer tahunan Hoguk Korea Selatan sedang berlangsung. Insiden itu terjadi dengan diperbaharuinya pembicaraan mengenai program nuklir Korea Utara, termasuk pengungkapan atas tempat pengayaan uranium dan persiapannya bagi uji coba nuklir lain.
Secara keseluruhan, pengungkapan lokasi nuklir dan serangan yang terjadi secara luas ditafsirkan sebagai upaya untuk meningkatkan kepercayaan Kim Jong-un, yang jelas merupakan pewaris pemimpin negara, dan merupakan putra dan cucu dari dua orang laki-laki satunya memerintah Negara itu. Ketika ayahnya, Kim Jong-il, pemimpin Korea Utara yang sakit, membangun kepercayaannya, Korea Utara melakukan serangkaian serangan serupa.
Apakah ini hal yang tidak biasa di wilayah tersebut?
Ya, ini bukanlah insiden yang paling serius antara kedua Negara itu. Kejadian ini terjadi delapan bulan setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan. Pada bulan Maret 2010 Cheonan, kapal perang Korea Selatan, sedang berlayar dekat perbatasan maritim yang dipersengketakan ketika terjadi ledakan yang membelah kapal itu menjadi dua. 46 tentara tewas. Para peneliti menyimpulkan bahwa yang menenggelamkam kapal itu adalah sebuah torpedo yang ditembakkan dari kapal selam Korea Utara.


Mengapa ada ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan?
Ketegangan kembali kepada cara dimana pihak sekutu yang menang perang menentukan pembagian Semenanjung Korea. Jepang menduduki Korea pada tahun 1910 dan memerintah di sana sampai 1945. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, PBB membangun pemerintahan di Korea. PBB membagi Semenanjung Korea menjadi dua zona pemerintahan: Zona Uni Soviet di bagian Utara dan Zona Amerika Serikat di bagian Selatan. Korea Utara menolak berpartisipasi dalam pemilu yang diawasi PBB yang diadakan di selatan pada tahun 1948, yang menyebabkan terciptanya pemerintah Korea yang terpisah bagi dua zona pendudukan. Baik Korea Utara maupun Korea Selatan mengklaim kedaulatan atas Semenanjung Korea secara keseluruhan, yang menyebabkan terjadinya Perang Korea.
Korea Utara menginvasi Selatan, menggunakan tank-tank dan persenjataan Uni Soviet, China juga bergabung dengan bersekutu mendukung Komunis Korea Utara, dan ancaman komunis menyebabkan Amerika membela Korea Selatan dan pada tahun 1953 mengakhiri perang dengan perjanjian gencatan senjata pada batas negara yang kurang lebih sama, dengan Korea Selatan mengambil keuntungan teritorial sedikit lebih banyak. Kedua negara tidak pernah menandatangani perjanjian perdamaian, dan kedua Korea secara teknis masih berada dalam keadaan perang, karena tidak ada perjanjian damai yang ditandatangani setelah konflik itu. Pada hari ini, Semenanjung Korea masih terbagi dua, dan Zona Demiliterisasi Korea berlaku sebagai perbatasan de facto.
Sejak saat itu, ketegangan antara dua Korea masih tetap ada. Selama perang dingin keduanya menjadi pendukung kekuatan-kekuatan eksternal, sementara terjadinya pertempuran di perbatasan dan upaya pembunuhan telah menjadi suatu norma. Korea Utara gagal dalam upaya pembunuhan beberapa pemimpin Korea Selatan, terutama pada tahun 1968, 1974 dan pemboman Rangoon pada tahun 1983. Terowongan sering ditemukan di bawah zona de-militerisasi (DMZ) dan perang hampir meletus pada Insiden Axe Murder di Panmunjeom pada tahun 1976. Pada akhir 1990-an, dengan Korea Selatan yang menjadi maju lebih cepat sementara Korea Utara memiliki para penguasa yang kuat dengan cengkraman yang kokoh pada negaranya, kedua negara mulai melibatkan publik untuk pertama kalinya, dalam apa yang kemudian dikenal sebagai Kebijakan Sunshine (Sunshine Policy).
Setelah itu Korea setelah memulai program pengayaan uranium untuk memiliki senjata nuklir yang telah memperburuk ketegangan antara Korea Utara dan Selatan.
Apakah ada dimensi internasional atas krisis itu?
Keterlibatan Internasional di semenanjung Korea adalah masalah mendasar di wilayah ini dan terus memanaskan konflik. Perang Korea berakhir dengan keputusan PBB yang menyatakan Semenanjung Korea terbagi antara Utara dan Selatan antara Uni Soviet dan Cina di satu pihak dan Amerika di pihak lain.
Sementara kontak tingkat tertinggi yang pernah terjadi antara pemerintah Korea Utara dengan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Madeleine Albright, yang mengunjungi Pyongyang pada tahun 2000, padahal kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik resmi. Kemudian pada tahun 2002, George W. Bush menyebut Korea Utara sebagai bagian dari ‘poros kejahatan (axis of evil)’ dan ‘pos terdepan tirani,’ sejak saat itu telah diwujudkan dengan tindakan Amerika terhadap Korea Utara.
Dengan Korea Utara yang sedang mengembangkan senjata nuklir, posisi Amerika selalu sangat jelas. Amerika pada tahun 1986 meminta informasi rinci mengenai program nuklir Korea Utara, dimana Korea Utara menolak untuk menyerahkannya kepada Amerika, dan malah memberikan dokumen-dokumen rinci itu yang berjumlah 19.000 halaman kepada Cina. Suatu kesepakatan tentang reactor nuklir Korea Utara dicapai antara Amerika dan Korea Utara pada tahun 1994. Perjanjian itu menyerukan Korea Utara untuk menghentikan program nuklirnya dan menutup reactor-reaktor Yongbyon. Hal ini adalah pertukaran bagi Amerika yang memasok dua reaktor air tipe ringan. Tetapi Amerika Serikat gagal untuk menghormati bagiannya dalam perjanjian itu dan karenanya Korea Utara kembali melakukan kegiatan nuklirnya. Hal ini telah terjadi sejak saat itu, dan Amerika menawarkan berbagai janji yang tidak terwujud maka Korea Utara terus melanjutkan program nuklirnya.
Seperti yang diberitakan dalam sebuah wawancara di Al Jazeera Robert Gates menguraikan posisi Amerika: “Amerika Serikat tidak akan menerima Korea Utara sebagai negara dengan senjata nuklir.” Dia memperingatkan akan memanasnya perlombaan senjata nuklir dan mengatakan: “. Kami tidak akan berdiri diam ketika Korea Utara membangun kemampuan untuk menimbulkan kerusakan pada setiap sasaran di wilayah tersebut, atau pada kami”. Mengenai masalah proliferasi nuklir, Gates mengatakan: “Transfer senjata nuklir atau material oleh Korea Utara ke negara atau badan non-negara akan dianggap sebagai ancaman besar kepada Amerika Serikat dan sekutunya, dan kami akan terus anggap Korea Utara bertanggung jawab penuh atas konsekuensi tindakan semacam  itu. ”
Cina adalah mitra dagang terbesar Korea Utara dan merupakan negara yang memegang pengaruh kekuasaan terbesar selama berkuasanya rezim Pyongyang yang penuh rahasia. Cina telah mendukung rezim itu sejak tahun 1950-an dan merupakan merupakan bagian dari pertemuan enam pihak yang terdiri Korea Utara & Selatan Korea, Amerika, Rusia dan Jepang yang melakukan negosiasi atas nama Amerika dengan Korea Utara untuk menemukan resolusi damai terhadap masalah-masalah keamanan sebagai akibat adanya program senjata nuklir Korea Utara.Apakah yang benar-benar dicoba untuk didapatkan oleh Amerika dan China dari Korea Utara?
AS telah cukup lama diam atas perkembangan nuklir Pyongyang dibandingkan dengan Iran, sementara China telah mengupayakan pembicaraan enam pihak dengan mencoba memastikan tidak terjadi peperangan. Laporan-laporan dari pertemuan tersebut adalah bertentangan dimana China telah menjadi pesimis tentang kesenjangan pembicaraan pada banyak isu sementara Amerika terus mengatakannya ‘negosiasi yang sukses’. The New York Times berkomentar 
‘Langkah yang dimulai Amerika dalam proses ini mengeluarkannya dari jalan buntu yang membuat putus asa, karena posisi ini sebelumnya tidak bisa berjalan sama sekali sehingga hampir merupakan suatu kasus dengan sikap berpura-pura. [1]
Amerika selalu menawarkan insentif kepada Korea Utara untuk menutup kegiatan nuklirnya, namun Amerika tidak pernah mewujudkan janji-janjinya itu. Inilah sebabnya mengapa Korea Utara selalu memulai kembali kegiatan-kegiatan nuklirnya. Setelah uji coba bom nuklir pada bulan Oktober 2006, Korea Utara telah berusaha sampai kepada beberapa perjanjian dengan Amerika mengenai isu keamanan dan perdamaian. Hal ini terjadi saat rakyat Korea Utara menjadi miskin karena seluruh perekonomian yang diarahkan kepada perang yang mengakibatkan tidak ada industri bagi konsumen atau perkembangan ekonomi secara umum. Maka pengujian perangkat nuklir Korut adalah untuk menghangatkan kesepakatan bersama dengan Amerika Serikat. Amerika tidak pernah lagi bernegosiasi dengan Korea Utara yang memperpanjang masalah. Kemajuan perjanjian yang terus lesu dan berlarut atas kehadiran hampir 100.000 tentara Amerka di wilayah ini sementara Korea Utara terus menguji senjata nuklirnya pada bulan Oktober 2006 akan menghentikan upayaupaya Cina dan memberikan pembenaran atas kehadiran Amerika yang berkelanjutan dan substansial di Korea Selatan .
J Rielly menguraikan hal ini dalam suatu makalah kebijakan: ‘Pasukan Amerika di wilayah tersebut tidak hanya untuk melawan “kelompok teroris” yang menyebabkan ketidakstabilan lokal, tapi untuk meningkatkan kontrol militer Amerika atas wilayah Laut Cina Selatan. Daerah ini strategis dengan luas potensial cadangan minyak berdampingan dengan jalur pelayaran ke Timur Tengah dan menawarkan akses kepada sebagian besar Asia Tenggara. Kehadiran Amerika yang diperluas dan aliansi militer baru yang lahir dengan negara-negara Asia Tenggara memperparah kecemasan Cina dan menghambat kesepakatan independen antara negara-negara Asia melalui mekanisme seperti Forum Regional ASEAN. ‘[2]
Cina berbagi perbatasan terbuka dengan semenanjung Korea, sehingga setiap eskalasi permusuhan akan membawa militer Amerika secara lebih dekat kepada perbatasan China.
Apa hasil yang mungkin dari krisis ini dan bagaimana masa depan wilayah tersebut?
Amerika telah melakukan latihan militer musim panas di wilayah itu dengan menyatakan dukungannya terhadap keamanan negara-negara yang mengelilingi China. Dalam krisis ini, Amerika telah mengirimkan kapal induk USS George Washington yang bisa pembawa pesawat tempur untuk ikut dalam latihan militer Hoguk dengan Korea Selatan. Sepertinya tidak mungkin Korea Selatan akan membalas serangan - mereka tidak pernah melaukannya, dengan kehadiran Amerika di wilayah itu yang bisa meluncurkan serangan terhadap tempat-tempat nuklir Korea Utara.
Apa realitas dalam negeri Korea Utara dan kepemimpinannya?
Sejak akhir PD II, Korea Utara diperintah oleh penguasa saat ini, ayah Kim Jong-il, Kim Il-sung - adalah pendiri Korea Utara dan hanya dialah presiden negara itu. Ia digantikan oleh anaknya sebagai ahli waris, yang dia sendiri dalam proses pengalihan kekuasaan kepada anaknya. Korea Utara awalnya mengikuti filosofi Juche tentang kemandirian, namun dengan runtuhnya Uni Soviet filosofi ini diganti dengan doktrin militer pertama.
Kim Jong Il menggunakan doktrin tersebut untuk mengkonsolidasikan posisi politiknya sendiri dan memobilisasi negara terhadap ancaman baik eksternal maupun internal. Praktis tidak ada warga sipil di Korea Utara: hanya ada tentara masa depan, para prajurit pada saat ini, para veteran, dan keluarga tentara. Militer adalah satu-satunya institusi yang benar-benar berfungsi di masyarakat, tidak hanya dalam hal melindungi perbatasan dan mempersiapkan terjadinya serangan pihak, tetapi juga dalam menjaga infrastruktur dan menjaga agar industri militer tetap berjalan.
Namun sangat tidak mungkin seperti halnya China akan melihat ini sebagai ancaman besar bagi integritas teritorialnya melakukan pembalasan. Amerika tidak pernah terpaksa untuk mengambil tindakan tersebut ketika Korea Utara tidak memiliki sebuah hulu ledak nuklir atau rudal balistik dan menyadari bahwa Pyongyang menuju ke arah ini. Amerika selalu menggunakan insentif untuk membawa Korea Utara ke meja perundingan.
Dengan menempatkan militer pertama kali, pemimpin Korea Utara menanggapi ancaman asing dari luar dan memperkuat cengkraman kekuasaan rezimnya. Tetapi hal ini juga menarik bagi kebanyakan lembaga perwakilan negara. Dalam pengertian ini, doktrin militer pertama adalah platform yang populis. Uji coba nuklir Pyongyang dapat diartikan sebagai upaya untuk merangsang kebanggaan nasionalis dan memberikan ukuran kompensasi bagi kesulitan ekonomi pada dekade terakhir. [Adnan Khan]
—–
[1] New York Times, 29th February 2004
[2] Reilly J, Feb 2002, The U.S. “War on Terror” and East Asia,’ Foreign Policy In Focus,http://www.fpif.org/papers/asia2002.html.
Sumber: hizbut tahrir australia (27/11/2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar