Baru-baru ini, gara-gara mengenakan kerudung (khimar) sebagai salah satu pakaian muslimah, Ayudia Satta dirumahkan sehari setelah ia mulai memakai penutup aurat tersebut.
Sejak Juli lalu, status pekerjaannya tak jelas setelah dia memutuskan untuk mengenakan jilbab. Ia sudah bekerja 4 tahun di Blitz Megaplex. Jabatan terakhirnya sebagai Penyelia Operasional, yaitu mengawasi bagian kerja operasional, termasuk bagian tiket dan makanan.
Tanpa kejelasan, Ayud dirumahkan selama 2 bulan, sehari setelah ia menggunakan jilbab. Setelah itu ia dipanggil ke kantor dan diminta memilih: lepas jilbab atau berhenti bekerja.
"Dari mereka bilang kita kasih waktu seminggu, hari Senin kamu harus kasih jawabab. Ya udah, akhirnya saya berpikir saya tidak mau memperpanjang," katanya.
Hidup mendadak berubah bagi Ayud yang kini berusia 30 tahun. Blitz adalah pekerjaan keempat Ayud setelah lulus kuliah pada 2004 lalu. Tahun ini, untuk kali pertama dalam hidupnya, Ayud harus berurusan dengan hukum dan pengacara.
"Saya tetap tidak mau melepas jilbab. Makanya saya mengadu ke LBH. Saya juga sudah pikir panjang, jadi ya sudah hajar saja. Akhirnya saya ketemu dengan pihak pengacara, akhirnya mereka yang langsung berhubungan dengan perusahaan," ungkap Ayud.
Menurut pihak LBH, ada dua hak Ayud yang dilanggar oleh perusahaan, yaitu: dia hak beragamanya dan hak perburuhannya.
Menurut Komisioner Komnas HAM, Johnny Nelson kasus pelarangan berjilbab seperti yang dialami Ayud, bukan satu-satunya contoh belum terjaminnya kebebasan beragama di tempat kerja.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Jakarta, Deded Sukendar mengatakan, baru bisa turun tangan kalau ada pengaduan.
"Dalam undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sangat menjamin kebebasan beragama, karena undang-undang itu kan mengacu pada undang-undang dasar yang juga menjamin kebebasan beragama," jelas Deded.
Sejak Juli lalu, status pekerjaannya tak jelas setelah dia memutuskan untuk mengenakan jilbab. Ia sudah bekerja 4 tahun di Blitz Megaplex. Jabatan terakhirnya sebagai Penyelia Operasional, yaitu mengawasi bagian kerja operasional, termasuk bagian tiket dan makanan.
Tanpa kejelasan, Ayud dirumahkan selama 2 bulan, sehari setelah ia menggunakan jilbab. Setelah itu ia dipanggil ke kantor dan diminta memilih: lepas jilbab atau berhenti bekerja.
"Dari mereka bilang kita kasih waktu seminggu, hari Senin kamu harus kasih jawabab. Ya udah, akhirnya saya berpikir saya tidak mau memperpanjang," katanya.
Hidup mendadak berubah bagi Ayud yang kini berusia 30 tahun. Blitz adalah pekerjaan keempat Ayud setelah lulus kuliah pada 2004 lalu. Tahun ini, untuk kali pertama dalam hidupnya, Ayud harus berurusan dengan hukum dan pengacara.
"Saya tetap tidak mau melepas jilbab. Makanya saya mengadu ke LBH. Saya juga sudah pikir panjang, jadi ya sudah hajar saja. Akhirnya saya ketemu dengan pihak pengacara, akhirnya mereka yang langsung berhubungan dengan perusahaan," ungkap Ayud.
Menurut pihak LBH, ada dua hak Ayud yang dilanggar oleh perusahaan, yaitu: dia hak beragamanya dan hak perburuhannya.
Menurut Komisioner Komnas HAM, Johnny Nelson kasus pelarangan berjilbab seperti yang dialami Ayud, bukan satu-satunya contoh belum terjaminnya kebebasan beragama di tempat kerja.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Jakarta, Deded Sukendar mengatakan, baru bisa turun tangan kalau ada pengaduan.
"Dalam undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sangat menjamin kebebasan beragama, karena undang-undang itu kan mengacu pada undang-undang dasar yang juga menjamin kebebasan beragama," jelas Deded.
Kasus Ayud terus berlanjut, menunggu pertemuan Ayud dan Blitzmegaplex yang dimediasi oleh Komnas HAM. Status Ayu masih terkatung-katung.
"Saya mau kerja, tapi tetap dengan hak saya pakai jilbab. Tapi kalau perusahaan tidak berkenan, pecat saja saya, tapi penuhi juga hak-hak saya, seperti uang pesangon dan lain-lain." kata Ayud.
Muslimah Berdiri untuk Islam
Banyak lagi kasus serupa yang menunjukkan bahwa HAM, kebebasan dan toleransi hanya omong kosong belaka. Ayudia hanya salah seorang dari sekian banyak yang dipaksa melepas kerudungnya di tempat kerja.
Beruntung, Ayudia berada pada pilihan yang tepat dan berani untuk tetap mempertahankan ketaatannya kepada agamanya. Bagaimana dengan ribuan Muslimah lainnya yang mungkin takut dengan ancaman tak bekerja, malah memilih untuk melepaskan kerudung, gara-gara berbenturan dengan aturan.
Sebenarnya pemaksaan untuk melepaskan jilbab bukan hanya di tempat kerja saja. Terkadang kaum Muslimah sudah diajarkan untuk melepaskan kewajiban menutup aurat tersebut sejak dini. Di sekolah misalnya, atas nama keseragaman, beberapa kegiatan ekstrakurikuler dapat memaksa para siswi muslimah melepaskan kerudungnya.
Di dalam olahraga, seperti volley atau basket bagi perempuan, memaksa pelajar Muslimah mengumbar aurat tanpa rasa malu lagi. Ada juga, pelajar yang dilarang sekolah gara-gara ingin mengenakan pakaian hijab (jilbab sempurna). Tentu saja ini bukan saja pelanggaran terhadap hak beragama tapi juga merupakan bentuk penghinaan terhadap Islam.
Banyak lagi kasus serupa yang menunjukkan bahwa HAM, kebebasan dan toleransi hanya omong kosong belaka. Ayudia hanya salah seorang dari sekian banyak yang dipaksa melepas kerudungnya di tempat kerja.
Beruntung, Ayudia berada pada pilihan yang tepat dan berani untuk tetap mempertahankan ketaatannya kepada agamanya. Bagaimana dengan ribuan Muslimah lainnya yang mungkin takut dengan ancaman tak bekerja, malah memilih untuk melepaskan kerudung, gara-gara berbenturan dengan aturan.
Sebenarnya pemaksaan untuk melepaskan jilbab bukan hanya di tempat kerja saja. Terkadang kaum Muslimah sudah diajarkan untuk melepaskan kewajiban menutup aurat tersebut sejak dini. Di sekolah misalnya, atas nama keseragaman, beberapa kegiatan ekstrakurikuler dapat memaksa para siswi muslimah melepaskan kerudungnya.
Di dalam olahraga, seperti volley atau basket bagi perempuan, memaksa pelajar Muslimah mengumbar aurat tanpa rasa malu lagi. Ada juga, pelajar yang dilarang sekolah gara-gara ingin mengenakan pakaian hijab (jilbab sempurna). Tentu saja ini bukan saja pelanggaran terhadap hak beragama tapi juga merupakan bentuk penghinaan terhadap Islam.
Jadi sangat jelas, HAM itu adalah hak-hak para pelaku kemaksiyatan homoseksual dan pornografi … Adapun jika masalahnya terkait dengan keterikatan seorang muslim terhadap agamanya, memakai kerudung atau niqab (cadar) oleh muslimah, atau bangunan menara masjid, … maka hak-hak itu ditolak dan diperangi dengan keras!
Jika demikian adanya, masihkan kaum Muslim berdiam diri terhadap segala bentuk penindasan yang memaksa kaum Muslimah melepaskan penutup aurat mereka? Sudah saatnya, kaum Muslim bangkit dan beridiri untuk Islam, menjadikan keimanan dan ketaqwaan berada di atas segala-galanya.
Berbagai pihak, termasuk para pemegang kebijakan sudah semestinya mulai takut kepada Allah Swt. semata, karena kelak Dia pasti akan memintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan kita di dunia. Sudah saatnya, semua kembali kepada Islam, sebuah dien yang berasal dari Tuhan Yang Mahakuasa yang akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jika demikian adanya, masihkan kaum Muslim berdiam diri terhadap segala bentuk penindasan yang memaksa kaum Muslimah melepaskan penutup aurat mereka? Sudah saatnya, kaum Muslim bangkit dan beridiri untuk Islam, menjadikan keimanan dan ketaqwaan berada di atas segala-galanya.
Berbagai pihak, termasuk para pemegang kebijakan sudah semestinya mulai takut kepada Allah Swt. semata, karena kelak Dia pasti akan memintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan kita di dunia. Sudah saatnya, semua kembali kepada Islam, sebuah dien yang berasal dari Tuhan Yang Mahakuasa yang akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Di dalam sistem Khilafah, tentu Islam akan memuliakan perempuan dan mengangkat derajatnya pada posisi yang tinggi. Ini sangat berbeda dengan sistem sekuler dan liberalisme hari ini yang telah menjadikan perempuan sebagai komoditas. Khilafah insya Allah akan menyelamatkan para perempuan dari cengkraman liberalisme! [m/r/nrw/syabab.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar