Sabtu, 18 September 2010

Ismail Yusanto: Warga Non Muslim Sudah Menikmati Kebebasan yang Luar Biasa

Di Bekasi, kelompok keagamaan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) seringkali melanggar Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 tahun 2006. Bukannya mentaati peraturan untuk mencegah terjadinya konflik antar umat berbeda agama tersebut, tokoh HKBP dan para pendukungnya malah berulangkali melanggar bahkan mewacanakan pencabutan SKB 2 Menteri yang mensyaratkan pendirian tempat ibadah harus disertai dengan persetujuan 90 orang yang akan beribadah dan 60 warga sekitar, dengan memanipulasi data persetujuan sehingga menimbulkan keresahan sehingga berbuah konflik.

Benarkah SKB 2 Menteri itu menghambat kebebasan beragama? Lantas bagaimana pandangan Islam terkait tempat peribadatan non Muslim? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo dengan Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.

HKBP mendesak pencabutan SKB 2 Menteri pasca insiden Ciketing, Bekasi?

Bila SKB tersebut dicabut, tidak ada dasar untuk menjadi kebijakan bersama. Karena mengkaitkan pencabutan SKB dengan kasus HKBP Bekasi adalah sebuah kemunduran. Karena kasus ini kan terjadi dengan sebab-sebab yang sangat spesifik.

Pertama, Kita lihat bahwa HKBP di sana itu secara hukum sudah terbukti bersalah karena mereka tidak mempunyai dasar untuk mendirikan tempat ibadah di situ. Salah satu buktinya adalah dengan adanya manipulasi dan pemalsuan tanda tangan penduduk dan itu sering kali terjadi.

Kedua, adapun soal penusukan kemarin itu, harus diselidiki secara objektif siapa sebenarnya pelakunya. Apakah benar pelakunya adalah warga di situ? Atau warga HKBP sendiri untuk memancing perhatian? Kalau warga di situ mengapa mereka melakukan? Alasan yang paling kuat adalah karena mereka sudah sangat kesal kepada pihak HKBP yang selalu mengundang masalah dalam hal itu, dimulai dari mereka meyelenggarakan peribadatan tanpa izin kemudian parkir yang selalu ganggu warga di situ, mereka berjalan kaki sambil bernyayi-nyanyi, dsb. sehingga menimbulkan ketegangan sosial. Jadi itu semua harus diselidiki secara tuntas.

Terkait masalah itu, ada juga opini yang dikembangkan oleh media massa yang disalahkan dalam konflik-konflik itu adalah ormas Islam, bagaimana anda melihat masalah ini ?

Ini juga perlu diselidiki, karena peristiwa penusukan itu sendiri masih belum jelas siapa yang melakukan. Seperti yang saya katakan tadi, kalau benar pelakunya adalah warga, itu harus diselidiki benar, mengapa warga melakukan penusukan. Itu harus diselidiki benar! Karena warga tidak mungkin melakukan itu tanpa sebab. Serta berdasarkan data yang saya ketahui, penusukan itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan ormas tertentu.

Jadi, kalau sekarang ada upaya untuk mengkait-kaitkan dengan ormas tertentu, itu akan menimbulkan masalah baru. Apalagi kalau sampai ada tuntutan untuk pembubaran ormas tertentu, misalnya. Jelas bila opini ini dikembangkan, alih-alih akan menyelesaikan masalah malah akan menimbulkan masalah baru.

Sebagai solusi masalah konflik pembangunan gereja, tokoh HKBP dan para pendukungnya menginginkan SKB itu dicabut. Tanggapan anda?

SKB itu justru merupakan salah salah satu cara untuk mengatur pendirian tempat ibadah. Kalau itu dicabut, pembangunan tempat ibadah menjadi tidak memiliki payung hukum. Sehingga semua pihak akan bertindak sendiri-sendiri, baik yang hendak mendirikan maupun yang menolak. Yang mendirikan berargumen atas dasar hak untuk beribadah. Yang menolak berargumen atas dasar hak untuk tidak diganggu. Sehingga semua bertindak berdasarkan pemikirannya sendiri-sendiri sehingga berakibat terjadinya ketegangan sosial yang terus menerus.

Dalam beberapa hal, sebenarnya tidak tepat juga kalau mereka katakan SKB itu merugikan orang-orang Kristen misalnya. Sebenarnya di wilayah-wilayah yang mayoritas non Muslim, SKB itu juga bisa dibilang merugikan kaum Muslimin. Karena kasus sulitnya mendirikan tempat ibadah bukan hanya terjadi di wilayah yang mayoritas Muslim tetapi terjadi juga di wilayah yang penduduknya mayoritas non Muslim.

Tetapi mengapa masalah susahnya mendirikan masjid, seperti di Bali, NTT, Sulut, Irian, Irian Barat, dsb. tidak pernah disoroti? Tetapi ketika yang mengalami kesulitan itu non Muslim, seolah-olah telah terjadi penindasan luar biasa.

Bagaimana dalam pandangan Islam, terkait pembangunan tempat ibadah bagi warga non Muslim?

Islam menjaga kebebasan beribadah. Warga non Muslim (ahlul dzimah) dilindungi hak-haknya untuk memeluk agamanya termasuk juga tempat peribadatannya. Jadi mereka boleh mendirikan tempat ibadah itu sebatas keperluan. Serta tempat ibadah tersebut harus dilindungi, jangankan disaat damai, disaat perang pun tempat ibadah non Muslim tidak boleh dijadikan sasaran tembak atau perang.

Namun demikian, tempat ibadah yang didirikan ahlul dzimah itu tidak boleh dijadikan bagian dari misionasi (upaya pengembangan agama dengan memurtadkan orang Islam). Misionasi tersebut di dalam Islam tidak diperkenankan. Sehingga bagi ahlul dzimah tidak perlu ada kekuatiran untuk mendirikan tempat ibadah selama tempat tersebut betul-betul didirikan untuk beribadah bukan untuk misionasi.

Yang terjadi sekarang inikan pendirian tempat ibadah itu telah mencampurkan dua hal yakni melakukan misionasi dan mendirikan aneka ragam gereja dari sekte yang ada dalam agama Kristen. Masing-masing sekte ingin punya gereja. HKBP punya gereja sendiri, Advent punya gereja sendiri, dsb. sehingga tidak cukup satu gereja untuk orang Kristen. Akibatnya kemudian dalam satu wilayah bisa jadi masjid cuma satu, seperti yang diberitakan Republika hari ini (15/9), gerejanya ada empat padahal penduduknya mayoritas Muslim. Hal ini kan menimbulkan ketidakadilan baru dan masalah baru.

Apakah anda melihat sekarang ini di Indonesia tidak ada kebebasan beribadah?

Kalau memang tidak ada, pastilah tidak mungkin perkembangan non Muslim seperti sekarang ini. Justru Indonesia merupakan negara yang sangat toleran kepada non Muslim. Tengoklah di negara-negara Eropa dan Amerika yang mayoritas Kristen yang katanya paling demokratis menjunjung HAM.

Kasus terbaru, mau mendirikan masjid saja di New York itu, bukan di Ground Zero lho! Hanya deket, kira-kira sekitar satu kilometer dari Ground Zero. Itu saja sudah dipersoalkan. Itu jelas membuktikan ada hambatan dalam kebebasan beribadah. Di Perancis, baru saja diresmikan pelarangan mengenakan cadar. Cadar itukan bagian dari kebebasan beribadah, kok dilarang? Kalau masjid mungkin dianggap mengganggu, tapi kalau cadar? Mengganggu apa coba? Itu tubuh, tubuhnya sendiri, pakain, pakainnya sendiri.

Jadi di Indonesia ini warga non Muslim itu betul-betul menikmati kebebasan luar biasa. Bahkan hampir-hampir tidak ada hambatan. Justru orang Islam di Indonesia, di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, yang sering tertindas. Silakanlah lihat di Ambon, dan di wilayah-wilayah Indonesia lain yang Muslimnya minoritas, warga Muslim tertindas![]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar